Yang membuat masyarakat semakin tersentak adalah fakta bahwa proyek tersebut bukan swadaya masyarakat, melainkan beranggaran resmi yang seharusnya menjamin keberadaan tenaga kerja profesional, bukan anak-anak sekolah.
“Ini benar-benar menyakitkan. Anak-anak seharusnya belajar, bukan jadi buruh angkut,” ungkap seorang warga dengan nada kecewa. Banyak orang tua mengaku tidak menyangka bahwa sekolah—tempat yang seharusnya menjadi ruang aman—justru diduga membiarkan anak-anak terlibat dalam pekerjaan yang membahayakan keselamatan mereka.
Guru dan pihak sekolah kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Publik mempertanyakan bagaimana mungkin tenaga pendidik yang mestinya melindungi dan membimbing, justru diduga lengah hingga anak-anak terjun dalam aktivitas berisiko di tengah proyek konstruksi.
Para pemerhati pendidikan dan perlindungan anak menilai peristiwa ini sebagai sesuatu yang sangat memprihatinkan. “Anak-anak bukan tenaga kerja. Mereka adalah generasi yang harus dijaga martabat dan keselamatannya. Melibatkan mereka dalam pekerjaan proyek sangat tidak manusiawi,” tegas Saron Telaumbanua.
Hingga kini, masyarakat menunggu suara resmi dari pihak sekolah, dinas pendidikan, dan pelaksana proyek. Namun satu hal jelas: peristiwa ini telah meninggalkan kekecewaan mendalam dan menjadi pengingat betapa rapuhnya perlindungan terhadap anak jika pengawasan lalai sejenak saja.
Hingga berini di tayangkan kasek SD Negeri Hoya Ambukha bungkam, ketika dikonfirmasi tidak ada jawaban. (Saron. T)

Posting Komentar