Tim Teknik Proyek Revitalisasi SD Negeri 078533 Hoya Ambukha Tidak Profesional, Diduga Sarat Kejanggalan dan Minim Transparansi

NIAS SELATAN — Pelaksanaan proyek revitalisasi SD Negeri 078533 Hoya Ambukha, Kecamatan Somambawa, Kabupaten Nias Selatan, menuai sorotan tajam publik. Proyek yang bersumber dari anggaran negara ini diduga dijalankan secara tidak profesional, tertutup, dan sarat kejanggalan, mulai dari hilangnya papan informasi proyek, lemahnya pengawasan, hingga dugaan penggunaan material di bawah standar.

Kecurigaan publik semakin menguat setelah tim teknis proyek terkesan menghindar dan tidak kooperatif saat dikonfirmasi awak media Usuttuntas.com. Salah satu pernyataan yang mencuat justru bernada defensif, “Bukan sama bapak saya kerja,” seolah melempar tanggung jawab ke pihak kepala sekolah. Sikap tersebut dinilai mencederai prinsip transparansi dan memunculkan dugaan adanya praktik saling lindung dalam pelaksanaan proyek.

Proyek Tanpa Papan Informasi, Diduga “Siluman”

Pantauan awak media di lokasi pada Senin (8/11/2025) mendapati tidak satu pun papan informasi proyek terpasang di area sekolah. Padahal, papan proyek merupakan kewajiban mutlak dalam setiap pekerjaan yang dibiayai negara, sebagai bentuk keterbukaan informasi publik.

Ketiadaan papan proyek ini menimbulkan dugaan kuat bahwa proyek tersebut dijalankan secara tidak transparan dan berpotensi mengarah pada praktik “proyek siluman.”

Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) yang ditemui di lokasi membenarkan bahwa papan proyek memang pernah dipasang, namun hanya bertahan satu hari.

“Papan proyek sudah dipasang, tapi keesokan harinya dikoyak orang tak dikenal dan sampai sekarang belum dipasang kembali,” ujarnya.

Material Proyek Hilang, Pengawasan Dipertanyakan

Tak hanya papan proyek, sejumlah material bangunan juga dilaporkan hilang selama proses pengerjaan berlangsung.

“Seng hilang, semen hilang, besi beton juga ada yang hilang,” ungkap Ketua TPK.

Ia mengaku telah menyarankan agar pihak sekolah menyediakan penjaga malam untuk mengamankan material proyek. Namun saran tersebut ditolak oleh kepala sekolah.

“Saya sudah sarankan jaga malam, tapi kepala sekolah bilang tidak perlu,” tambahnya.

Lebih mengkhawatirkan, Ketua TPK mengaku tidak mengetahui secara rinci pengadaan material utama seperti seng, semen, dan besi beton. Ia hanya mengetahui pembelian pasir, batu, dan batako. Fakta ini menimbulkan dugaan lemahnya pengendalian anggaran dan minimnya transparansi dalam pengelolaan dana proyek.

Kualitas Material Dipertanyakan

Hasil penelusuran awak media juga menemukan dugaan penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi teknis. Kerangka atap dan reng bangunan disebut menggunakan baja ringan merek Deli berlabel SNI. Namun, seorang pekerja mengungkapkan bahwa seng yang digunakan hanya setebal sekitar 0,25.


Spesifikasi tersebut dinilai tidak ideal untuk bangunan sekolah yang menuntut kekuatan konstruksi dan ketahanan jangka panjang demi keselamatan siswa dan tenaga pendidik.

Seorang warga sekitar yang enggan disebutkan namanya juga mengungkap kejanggalan pada pekerjaan lantai di tiga unit gedung.

“Lantainya hanya ditimbun tanah, lalu disemen dan langsung dipasang keramik. Tidak ada lapisan batu atau kerikil sertu sebagai dasar,” ungkapnya.

Metode pengerjaan ini dinilai berisiko tinggi dan berpotensi menyebabkan lantai retak atau amblas dalam waktu singkat.

Pekerja Tanpa APD, Upah Dinilai Tidak Manusiawi

Fakta lain yang mencolok adalah seluruh pekerja di lokasi proyek terlihat bekerja tanpa alat pelindung diri (APD). Kondisi ini jelas melanggar prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta mencerminkan rendahnya kepedulian terhadap keselamatan tenaga kerja.

Selain itu, sejumlah pekerja juga mengeluhkan upah yang dinilai tidak sebanding dengan beban kerja.

“Kami hanya dibayar Rp30 ribu per satu mobil L300 untuk angkut pasir, padahal jaraknya sekitar 300 meter,” keluh seorang pekerja.

Upah tersebut dinilai tidak layak dan berpotensi mengarah pada praktik eksploitasi tenaga kerja.

Upaya konfirmasi awak media kepada Kepala Sekolah SD Negeri 078533 Hoya Ambukha tidak membuahkan hasil. Kepala sekolah tidak berada di lokasi saat peninjauan dilakukan. Hingga berita ini diturunkan, tidak ada keterangan resmi yang diberikan, selain pengiriman foto papan proyek yang diklaim pernah terpasang.


Klarifikasi Tim Teknik Justru Memperkuat Dugaan Lemahnya Pengawasan

Upaya awak media Usuttuntas.com untuk memperoleh klarifikasi secara langsung dilakukan kepada Faa Baene, selaku tim teknik kegiatan revitalisasi SD Negeri 078533 Hoya Ambukha. Namun, jawaban-jawaban yang disampaikan justru dinilai kontradiktif, normatif, dan cenderung menghindari substansi persoalan, sehingga semakin menguatkan dugaan lemahnya fungsi pengawasan serta minimnya transparansi proyek.

Saat ditanya mengapa papan informasi proyek tidak terpasang hingga kini, padahal merupakan kewajiban utama dalam proyek yang menggunakan anggaran negara, tim teknik menjawab singkat, “Papan proyek sudah terpasang.”

Padahal fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya, papan proyek tidak ditemukan selama peninjauan awak media.

Ketika ditanya apakah konsultan pengawas mengetahui ketiadaan papan proyek sejak awal pekerjaan dan mengapa tidak ada teguran tertulis, tim teknik kembali menjawab, “Mengetahui kalau sudah ada papan proyek.”

Jawaban ini dinilai menghindari inti persoalan, sebab papan proyek faktanya tidak ada saat pekerjaan masih berlangsung.

Terkait dugaan perusakan papan proyek oleh orang tak dikenal dan alasan tidak segera dipasang kembali, tim teknik menyatakan, “Dipasang bagaimana pak? Sudah rusak dan hilang.”

Namun hingga kini tidak diketahui adanya laporan resmi atas perusakan tersebut, baik ke pihak sekolah, dinas terkait, maupun aparat berwenang.

Spesifikasi Material Diakui, Uji Kualitas Diabaikan

Dalam hal spesifikasi material, tim teknik menyebut seluruh material telah sesuai RAB dan kontrak. Namun saat dikonfirmasi lebih jauh, ia mengakui bahwa ketebalan seng yang digunakan memang sekitar 0,25.

Pengakuan ini memunculkan pertanyaan serius terkait kelayakan dan standar keamanan bangunan sekolah. Lebih ironis lagi, saat ditanya apakah konsultan pengawas melakukan uji atau verifikasi kualitas serta sertifikasi SNI material di lapangan, tim teknik justru menjawab, “Uji bagaimana pak?”

Pernyataan tersebut dinilai mencerminkan lemahnya pemahaman maupun pelaksanaan fungsi pengawasan teknis yang semestinya menjadi tugas utama konsultan.

Terkait metode semenisasi lantai tanpa lapisan batu atau kerikil sertu, yang dinilai berisiko menurunkan mutu bangunan, tim teknik kembali berlindung pada dokumen, “Sudah sesuai RAB.”

Kehilangan Material Diakui, Tanggung Jawab Dilempar

Tim teknik juga mengakui mengetahui adanya kehilangan material seperti seng, semen, dan besi beton selama pekerjaan berlangsung. Namun ketika ditanya apakah kehilangan tersebut dicatat dalam laporan pengawasan dan dilaporkan kepada PPK atau dinas terkait, jawabannya justru mengejutkan, “Bukan tupoksi saya pak.”

Lebih lanjut, saat ditanya mekanisme pengawasan keluar-masuk material proyek, tim teknik mengaku “Kurang paham pertanyaannya.”

Pernyataan ini semakin menimbulkan tanda tanya besar terkait sistem pengendalian proyek.

Pelanggaran K3 dan Nasib Pekerja Tak Jadi Perhatian

Soal pekerja yang bekerja tanpa APD, tim teknik mengklaim APD pernah diberikan dan pekerja sudah diingatkan. Namun faktanya, di lapangan pekerja tetap dibiarkan bekerja tanpa perlindungan.

Ketika ditanya apakah konsultan pengawas pernah mengeluarkan teguran atau rekomendasi penghentian pekerjaan akibat pelanggaran K3, tim teknik menegaskan, “Bukan hak saya memberhentikan pekerjaan.”

Terkait rendahnya upah pekerja dan kondisi kerja berat, tim teknik menolak masuk ke ranah tersebut dengan alasan, “Saya hanya merencanakan dan mengawasi fisik pekerjaan.”

Pengawasan Sebatas Kontrak, Transparansi Ditutup

Saat ditanya sejauh mana fungsi pengawasan harian dijalankan, tim teknik menjawab, “Sejauh kontrak saya.”

Ketika ditanya soal tanggung jawab apabila di kemudian hari ditemukan penyimpangan spesifikasi, potensi kerugian negara, atau kegagalan bangunan, ia menyatakan, “Pertanyaan bapak kurang tepat.”

Puncaknya, ketika awak media meminta agar laporan pengawasan harian dan mingguan dibuka ke publik sebagai bentuk transparansi, tim teknik menegaskan sikapnya: “Saya bukan bekerja sama bapak, saya kerja sama kepala sekolah. Dokumen saya serahkan ke kepala sekolah.”

Pernyataan ini dinilai semakin mempertegas kesan tertutup, tidak transparan, serta adanya praktik saling lempar tanggung jawab antara pihak-pihak yang terlibat dalam proyek revitalisasi sekolah tersebut.

Pernyataan Dinas Pendidikan Dipertanyakan

Saat dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nias Selatan memaparkan bahwa dinas berperan dalam memfasilitasi pembentukan P2SP, menyiapkan dokumen penerima bantuan, menjamin penggunaan dana, mempercepat pelaksanaan kegiatan, serta membina kualitas sarana dan prasarana pendidikan.

Namun, melihat fakta di lapangan, publik mempertanyakan sejauh mana fungsi pengawasan dan pembinaan tersebut benar-benar dijalankan.

Proyek Strategis Nasional, Diminta Diawasi Ketat

Berdasarkan informasi yang dihimpun Usuttantas.com, proyek ini merupakan bagian dari Program Revitalisasi Satuan Pendidikan Tahun 2025 dan masuk dalam pengamanan khusus Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM-Intel) Kejaksaan Agung RI. Hal ini tertuang dalam Surat Nomor: B-1187/D/Dpp.3/06/2025 tertanggal 13 Juni 2025.

Dengan status sebagai program strategis nasional, proyek ini seharusnya menjadi contoh pelaksanaan yang bersih, transparan, dan akuntabel, bukan justru menyisakan berbagai tanda tanya.

Masyarakat mendesak Dinas Pendidikan, aparat pengawas, serta Kejaksaan Negeri Nias Selatan untuk segera turun tangan melakukan evaluasi menyeluruh. Awak media juga akan terus berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak Kejaksaan terkait dugaan penyimpangan yang dimaksud.

(Saron. T)




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama