Mantan Anggota DPRD Soroti Penolakan APBD-P Kabupaten Nias Selatan Tahun 2025

Nias Selatan - Terkait Penolakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Kabupaten Nias Selatan (Nisel) Tahun Anggaran 2025 oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) terus menuai sorotan. Setelah pemerintah daerah dan DPRD saling memberi klarifikasi terkait keterlambatan penetapan dokumen anggaran tersebut, kini mantan anggota DPRD Nisel, Aris Agustus Dachi, angkat bicara menyoroti persoalan itu.

Pada pemberitaan sebelumnya, pada Selasa (21/10/2025), Sekretaris Daerah Nisel, Ikhtiar Duha, menjelaskan bahwa penolakan APBD-P terjadi karena dokumen disahkan melewati batas waktu yang telah ditetapkan, yakni 30 September 2025. 

“Waktu itu kita sudah kirim surat pemberitahuan ke DPRD tanggal 22 September dan telah dibalas pada 25 September 2025, kemudian surat Bupati Nisel kepada Gubernur Sumut c.q. kepala BPKAD Provinsi Sumut,” ucap Ikhtiar.

“Pada 26 September 2025, kita kirim lagi surat pengingat agar bisa dijadwalkan paripurna perubahan melalui Bamus sebelum batas waktu. Namun, mungkin saat itu sebagian anggota DPRD sedang dinas luar,” lanjutnya.

Sementara DPRD, melalui Wakil Ketuanya Sokhiwanolo Waruwu dari Fraksi NasDem, menyebut keterlambatan disebabkan oleh sejumlah faktor teknis dan administratif, termasuk jadwal paripurna yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh Badan Musyawarah (Bamus) DPRD serta keterlambatan penyampaian dokumen dari beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Kendati demikian ada wacana untuk memajukan jadwal setelah informasi batas waktu diterima, DPRD memutuskan untuk tetap menjalankan jadwal yang sudah ditetapkan agar proses tetap tertib dan sesuai aturan,” ungkapnya.

Akan tetapi, menurut Aris Agustus Dachi, sebagai lembaga yang memiliki kewenangan legislasi dan pengawasan, DPRD seharusnya menjadi garda terdepan dalam memastikan seluruh tahapan pengesahan anggaran berjalan tepat waktu.

“DPRD sebagai lembaga yang berwenang menetapkan APBD bersama pemerintah daerah seharusnya memastikan seluruh proses berjalan sesuai jadwal. Menjadwalkan penetapan pada 1 Oktober, sementara aturan mengharuskan paling lambat 30 September, jelas menjadi persoalan,” ujar Aris kepada sejumlah media di kediamannya, Jalan Saonigeho Km 1, Kecamatan Teluk Dalam, Kamis (23/10/2025).

Ia menegaskan, ketentuan mengenai batas waktu penetapan APBD Perubahan sudah diatur dengan jelas dalam peraturan perundang-undangan, sehingga tidak semestinya diabaikan.

Jika memang ada keterlambatan dari pihak pemerintah, DPRD mestinya mengambil langkah-langkah percepatan. Bukan malah menyetujui jadwal di luar ketentuan. Itu menunjukkan lemahnya fungsi kontrol legislatif,” pungkasnya.

Menurut mantan DPRD itu, dalam mekanisme penyusunan dan penetapan APBD Perubahan, DPRD memiliki posisi strategis sebagai pengawas sekaligus penentu arah kebijakan fiskal daerah. Karena itu, tanggung jawab menjaga ketepatan waktu tidak bisa hanya dibebankan pada pihak eksekutif.

“Pemerintah daerah dan DPRD sama-sama memiliki peran penting. Tapi DPRD sebagai mitra pengawasan harus lebih disiplin dan tegas menegakkan aturan agar tidak terjadi pelanggaran administratif,” jelasnya.

Lebih lanjut, Aris mendorong agar sinergi antara eksekutif dan legislatif diperkuat sejak tahap awal perencanaan hingga pembahasan. Ia menilai, komunikasi yang intensif dan koordinasi yang baik dapat mencegah terulangnya keterlambatan seperti yang terjadi tahun ini.

“Pemerintah dan DPRD harus bisa saling mendukung. DPRD sebagai wakil rakyat harus menegakkan aturan, bukan berkompromi pada hal-hal yang justru melanggar ketentuan hanya karena alasan teknis atau politik,” tegas Aris.

Meski tidak ingin berspekulasi lebih jauh, ia menilai perlu adanya evaluasi mendalam terhadap dinamika internal yang mungkin memengaruhi proses pembahasan APBD-P 2025.

“Saya menduga adanya potensi unsur politik yang ikut berpengaruh dalam dinamika ini. Tapi yang paling penting adalah bagaimana pemerintah dan DPRD sama-sama belajar dari kejadian ini agar pembangunan daerah tidak dirugikan,” ungkapnya.

Kedepan DPRD Nisel kiranya dapat memperkuat peran dan fungsinya sebagai lembaga pengawas yang disiplin dan independen. Ia menegaskan bahwa keterlambatan dalam penetapan APBD bukan hanya persoalan administratif, tetapi berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

Aris berharap, Kejadian seperti ini Jangan sampai terulang lagi di tahun berikutnya, karena dampak negatifnya langsung dirasakan oleh masyarakat. Program pembangunan bisa tertunda, dan itu berarti pelayanan publik ikut terganggu,” tutup mantan legislator daerah Nisel tersebut.

(Tim/red)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama