Putusan DKPP Dinilai Melukai Demokrasi, Disiplin : 'Sejarah Hitam Etika Pemilu'

Nias Selatan — Integritas Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia kembali menuai sorotan. Dalam sidang pembacaan putusan perkara Nomor 273-PKE-DKPP/X/2024 yang digelar di Jakarta, Senin (28/4/2025), DKPP menolak seluruh aduan Ketua DPC Partai Garuda Nias Selatan, Juniardin Tafonao, dan Restuman Ndruru terhadap Ketua dan Anggota KPU Nias Selatan: Benimeritus Halawa, Isiani Gohae, Kadar Kristian Wau, Resman Buulolo, dan Sifaomadodo Wau.

Sidang DKPP yang diharapkan seluruh pejuang keadilan menjadi benteng terakhir etika Pemilu justru berujung kekecewaan.

Dalam putusannya, DKPP RI menyatakan bahwa para Teradu telah bertindak profesional, akuntabel, dan tidak terbukti melanggar kode etik, meskipun dalam fakta persidangan terungkap adanya ketidakpatuhan Partai Garuda dalam penyampaian Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).

Kalimat ini mencuat ketika proses klarifikasi terhadap Partai Garuda disebut hanya sebatas formalitas, tanpa upaya serius memastikan kebenaran substantif. Padahal, transparansi dan keadilan dalam seluruh tahapan Pemilu menjadi syarat mutlak bagi terwujudnya demokrasi yang bermartabat.

Sementara Kuasa Hukum Pengadu, Disiplin Luahambowo, SH, menyoroti dugaan ketidaktransparanan dalam penyelenggaraan sidang. 

Disiplin mengatakan bahwa siaran langsung persidangan yang semula tersedia mendadak dihapus tanpa penjelasan resmi, sementara upaya klarifikasinya kepada pegawai DKPP tidak mendapat respons.

Menurutnya "Ini preseden buruk. DKPP tidak hanya mengabaikan temuan KPU Sumut dan teguran keras dari KPU RI, tetapi juga membungkam transparansi proses persidangan. Ini bukan sekadar kekeliruan prosedural, ini penghinaan terhadap prinsip demokrasi," tegas Disiplin kepada wartawan cakrawalasatu.com usai pembacaan putusan.

Dalam nada getir, Disiplin menyebut putusan DKPP ini sebagai "Kado pahit untuk almarhum", merujuk pada Restuman Ndruru, pengadu utama yang wafat hanya dua hari sebelum putusan dibacakan.

Mirisnya, pembacaan putusan DKPP hari ini bertepatan dengan prosesi pemakaman Restuman Ndruru di kampung halamannya, di Nias Selatan. 

Di saat keluarga dan rekan-rekannya mengiringi kepergiannya ke peristirahatan terakhir, di tempat lain, harapan keadilan yang diperjuangkannya kandas begitu saja.

"Hari ini, kita melihat wajah asli demokrasi Indonesia, penuh topeng, sarat sandiwara. Tapi apalah daya, tetap kita hargai putusan ini, walau dengan hati yang hancur,". Ujar disiplin.

           Terkait Latar Belakang Perkara

Awal dari Gugatan ini berdasarkan keberatan Partai Garuda atas keputusan KPU Nias Selatan yang mengalihkan kursi legislatif mereka di Dapil ll Nias Selatan kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), mengatasnamakan Nurtiza Dachi. KPU berdalih Partai Garuda kehilangan hak atas kursi tersebut karena calon terpilihnya, Restuman Ndruru, tidak menyerahkan LPPDK sesuai tenggat waktu sebagaimana diatur dalam PKPU.

Pada saat kesaksian di sidang, anggota KPU Nias Selatan, Sifaomadodo Wau, menyatakan bahwa karena Partai Garuda gagal menyerahkan LPPDK, Kantor Akuntan Publik (KAP) tidak dapat mengaudit laporan keuangan partai tersebut. Akibatnya, Partai Garuda dianggap gugur haknya atas alokasi kursi DPRD.

"Kelalaian dalam menyerahkan LPPDK membuat Partai Garuda tidak bisa diaudit oleh Kantor Akuntan Publik hingga sidang DKPP ini," kata Sifaomadodo Wau, dikutip dari laman resmi DKPP RI (26/02/2025).

Meski demikian, tidak semua komisioner KPU sepakat dengan keputusan tersebut. Dua anggota KPU Nias Selatan, Benimeritus Halawa dan Resman Buulolo, berbeda pendapat. Mereka menilai bahwa sekalipun calon terpilih tidak dapat ditetapkan, Partai Garuda tetap seharusnya mempertahankan hak atas kursinya. Perbedaan sikap ini mempertegas adanya dinamika internal yang belum sepenuhnya terungkap ke publik.

             Suara Kekecewaan Publik

Seiring berjalannya kasus ini, sampai merenggut nyawa salah satu pengadu sebelum keadilan terwujud kini menyisakan pertanyaan besar : "Masihkah DKPP layak dipercaya sebagai penjaga moralitas penyelenggaraan Pemilu"?.

Disiplin Luahambowo menyerukan kepada masyarakat luas untuk tidak diam. Ia mengajak seluruh elemen bangsa untuk kritis terhadap putusan-putusan yang berpotensi mereduksi esensi demokrasi.

"Mosi tidak percaya terhadap DKPP bukan pilihan emosional, tetapi keharusan moral," pungkas Disiplin. (Sumber : AZ)


ST 


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama